Cerpen - Bingar Dedak
Bingar Dedak (Oleh: Ayu Novita Sari) Air menitik jatuh dari langit tangis. Menyerap mengalir melewati tubuh seekor cacing. Menitih akar-akar tunjang pohon ranggas, sampai pada sungai tapal kuda. Membaur asin dengan keringat ikan. “Aku masih ingin hidup 100 abad lagi. Aku tak ingin mati.” Mangkus mencampur beberapa ramuan dari dedaunan. Seseorang mengintip iba suasana di luar jendela bambu yang dingin. “Apa rencanamu?” Wongka angkat suara. “Aku ingin mereka mati dengan mulut yang menggigit telinga mereka sendiri.” “Sarap!” Tidak ada yang berjalan di trotoar. Taman dan alun-alun kota menjadi tempat pembuangan organ tubuh manusia. Tidak satu pun yang menikmati es krim di pinggir jalan ataupun sekedar berbincang angin jalan. Semua yang tidak patuh atas perintah Gover pemilik negeri Dedak ini maka akan mati sia-sia dengan organ tubuh yang terpisah. Tidak ada yang bisa mengelak setiap penjuru negeri memiliki CCTV yang dijaga oleh monyet pemilik indra pencium yang tajam dan penglihatan supe...