Legawa
Legawa
By: Otaa
Edinburgh, Oktober 2025
Kerlap-kerlip
lampu jalan, suara jazz jalanan dan secangkir kopi mengepul hangat. Sekarang
pukul 02.17 a.m dan aku masih terjaga. Aku mendudukkan diri di salah satu kursi
yang menjadi saksi betapa gilanya aku, saat mencoba kembali mengingat segala hal
tentangmu. Sebuah kursi kayu tua yang kudapat dari toko barang antik ini,
menjadi saksi setiap kali aku mengukir kata untuk mengenangmu yang telah raib
di 5 tahun terakhir ini. Sekarang pukul 02. 20 dan aku tetap tak bergeming.
Lama menatap jendela yang mulai mengabur karena tetesan hujan, tanganku
menemukan sebuah buku dengan sampul hitam yang telah lusuh dan berdebu.
Perlahan kubuka dan kubaca ulang setiap aksara yang kini telah memudar goresan
tintanya. Ini buku tentang kamu Legawa, tentang kenangan paling berharga dalam
hidupku yang akan selalu kucoba simpan secara rapi dalam memori.
Dilembar pertama, mengisahkan awal
perjumpaan kita. Tiap kata didalamnya menarikku kembali kemasa lalu. Kutatap
sekali lagi pemandangan hiruk pikuknya kota diluar jendelaku. Legawa......
Sungguh indah pemandangan dibawah sana. Lihat lampu lampu cantik yang
berkelap-kelip disana, bising suara kendaraan yang berlalu lalang, dan dua anak
kecil yang tengah berkelahi lucu itu. Jika diingat kembali, suasana ini sungguh
berbanding terbalik dengan peristiwa awal perjumpaan kita bukan?
Abandoned Place, 2018
Saat
itu,hanya ada satu lentera remang-remang sebagai sumber cahaya, sunyi sepi, dan
hanya ada kita berdua. Tidak bertegur sapa maupun berkelahi seperti bocah
disana (tertawa kecil). Melainkan hanya ada aku yang termenung melihat sosok
lelaki jangkung yang menundukkan kepala dengan posisi jongkoknya. Aku ingat
sekali baju lusuh putih abu-abu mu yang memiliki bercak darah di lengan, perut
dan dada. Sungguh, jika bukan karena rasa takut ku, sudah ku sapa kamu terlebih
dahulu.
Lalu
setelah sekian lama kita saling diam, aku mulai mendengar isak tangis mu.
Sekujur tubuhku seketika menegang saat itu, terlebih ketika kau dongak kan
kepalamu. Luka apa yang ada disana ? Aku tak pernah melihat ekspresi yang
begitu menyedihkan dari seorang lelaki tampan, tinggi, dan jangkung sepertimu. Luka
itu membangunkan rasa simpati dalam hatiku, sungguh aku ingin bertanya kala
itu. Namun lagi lagi, luka di separuh wajah kananmu membuatku gemetar. Bibir
pucat dan sorot matamu yang tak tentu membuatku gentar. Jika waktu terulang,
sungguh aku ingin lebih peduli.
Aku akan
langsung memintamu bercerita, bukan malah membiarkan mu menungguku disana
seperti malam malam selanjutnya. Di pertemuan ketiga.... Barulah kita bertegur
sapa bukan? Di pertemuan ketiga pula, akhirnya aku mendengar suaramu untuk kali
pertama. Aku terkejut dibalik tampilanmu yang terkesan lembut, ternyata suaramu
begitu berat dan serak. Saat itu, kamu tak lagi menangis seperti hari hari
sebelumnya, meski aku tau sebenarnya kau pun telah menangis dihari itu. Jejak
air mata di pipi mu yang pucat menjadi pertanda yang amat jelas. Kita pun mulai
duduk di kursi kayu panjang disamping lentera,dengan posisi saling berjauhan.
“Kamu
menyukai bunga apa?” ucapmu mengawali dialog diantara kita. Suaramu bergetar
saat itu.
“Ehhhm,
aku suka bunga Marigold. Aku lahir di bulan Oktober, jadi aku menyukai bunga
bulan kelahiranku sendiri” jawabku berusaha terdengar ceria untuk mencairkan
suasana.
“Hn….
Marigold. Bunga yang sangat cantik secara fisik tapi tidak dengan maknanya kan?
Seperti manusia, marigold juga memiliki 2 sisi. Sisi pertama ia bermakna
keindahan, keceriaan, dan kesuksesan. Disisi lain marigold bermakna kesedihan
akan cinta yang mendalam” katamu lagi sembari menatapku lekat.
“Aku
juga menyukai bunga Marigold, tapi sekarang tidak lagi saat aku tahu bagaimana
rasa sakit yang kualami dari 2 sisi yang Marigold lambangkan. ‘Kesedihan akan
cinta yang mendalam’ Cinta, bukan hanya diperuntukkan untuk kekasih kan? Tapi
bisa untuk keluarga, teman, sahabat bahkan ke makhluk yang lain. Aku benar kan Xyra?”
lanjut Legawa. Kata yang keluar dari mulutnya mebuatku terkejut. Bukan kata
yang merujuk pada makna Marigold, tapi kata terakhir yang keluar dari mulutnya.
“Kamu
tahu namaku?” tanyaku ragu.
“Tentu
Xyra. Namamu sangat cantik, aku suka. Sangat cocok dengan kepribadianmu.”
“Ah..
yaa. Aku tidak mengerti jika kamu tahu begitu banyak tentangku, sedangkan aku
tak ahu apa-apa tentangmu. Jadi namamu siapa?”
“Tentu
saja aku banyak tahu tentangmu. Aku tak bisa mengajak sembarang orang kemari
Xyra. Hanya orang dengan keistimewaan sepertimu yang bisa. Namaku Legawa
Bentala Jatmika, kamu bisa memanggilku Legawa. Sama denganmu aku juga lahir
dibulan Oktober, tapi aku lahir di tahun 1982. Kedua orang tuaku adalah orang
hebat. Ayahku seorang tantara veteran pada Operasi Seroja di tahun 1975-1976.
Ayahku keturunan Indonesia-Belanda, namanya Van Coen Diederik. Sedangkan ibuku
adalah orang pribumi asli berdarah Jawa bernama Ambar Rukma Gayatri. Ibuku
adalah seorang yang sangat hebat dengan rasa empati yang besar. Dia ikut
berpartisipasi dalam Gerakan Suara Ibu Peduli di tahun 1998. Lihat, perlahan-
lahan kamu mengetahui banyak hal tentangku kan?” ucap legawa panjang lebar.
Saat membicarakan kedua orang tuanya matanya berbinar namun juga menunjukkan
kerinduan yang amat mendalam.
“Aku
adalah anak tunggal. Oh ya Xyra, asal kamu tahu karena ayahku adalah seorang tentara
maka aku dididik dengan keras sedari kecil. Namun, alih-alih seperti ayahku,
aku 100% mengikuti sifat ibuku” lanjutnya lagi.
“Iya,
tapi kamu tetap akan dibilang anak ayahmu karena postur tubuh dan wajahmu
sepertinya sangat mewarisi darah Belanda yang beliau wariskan” aku menanggapi
cerita panjangnya sambal tersenyum lembut.
“Benar.
Hahaha. Oh ya, aku mempunyai satu sahabat lelaki yang sangat aku kagumi, dia
kuanggap sebagai kakak lelakiku sendiri. Ayahku juga memperlakukannya seperti
anak sendiri. Dan aku juga mempunyai seorang kekasih yang amat sangat cantik
Xyra. Kecantikan fisiknya setara dengan kebaikan hatinya”
“Maka
kamu sangat beruntung sekali jika begitu Legawa. Tidak semua orang bisa
mempunyai kehidupan sepertimu. Orang tua yang hebat, sahabat yang sedekat saudara
kandung dan kekasih yang pastinya dijadikan idaman semua orang” kataku sembari
menatap Legawa. Setelah kalimat itu keluar dari mulutku, aku bisa mendengar
Legaw a menghela nafas.
“Hn..
itulah yang orang selalu katakan, aku sangat beruntung, hidupku penuh dengan
kebahagiaan dan berbagai hal lainnya. Tapi kamu ingat perkataanku bukan?
Marigold, ia seperti manusia pada umumnya. Memiliki 2 sisi kehidupan Xyra. Mari
kita mulai ceritaku yang sebenarnya dari dua sisi, lalu kamu coba buat
kesimpulan sendiri dari ceritaku”
Surabaya, Agustus 1992
Dirumah
dengan nuansa yang penuh dengan pernak pernik campuran budaya Indonesia dan
Belanda itu, nampak seorang anak laki-laki berusia 10 tahun sedang duduk manis
menunggu ibunya menyiapkan makan siang. Anak itu tampak jangkung dengan pakaian
putih merah khas anak SD. Bocah lelaki itu adalah Legawa, meski masih SD dia
tergolong tinggi untuk anak sesusianya.
Tak
lama nampak sang ayah membawa seorang bocah lelaki lain entah darimana, ia tak
kalah tampan dan tinggi dari Legawa. Hanya saja, berbeda dengan Legawa, bocah
itu berwajah pribumi asli dengan kulitnya yang hitam manis. Bocah kecil itu
nampak malu dan menyembunyikan setengah badannya dibelakang ayah Legawa.
Melihat itu Ambar, ibu Legawa sedikit terkejut.
”Schat
(panggilan sayang dalam Bahasa Belanda) siapa?” ucap ibu Legawa bertanya.
“Aku
menemukannya ditengah-tengah menjalankan tugas Ambar. Ayah ibunya adalah korban
pembunuhan. Mari kita merawatnya, lagipula kita hanya memiliki satu anak, dengan
materi yang kita punya aku yakin akan lebih dari cukup untuk membesarkan lima
anak sekaligus” jawab ayah Legawa enggan dibantah. Sebagai orang dengan fikiran
yang masih kuno, ayah Legawa memang mengikuti prinsip ‘Banyak anak banyak
rezeki’ namun sayang keadaan tak memungkinkan.
Saat
Legawa berumur 5 tahun, Ambar pernah hamil Kembali. Namun tak sampai 3 bulan
hamil, ia mengalami keguguran. Dan hal ini terulang hingga 3 kali kemudian.
Hingga suatu ketika karena ditakutkan akan membahayakan nyawanya, Rahim ambar
pun diangkat. Semenjak kejadian itu jugalah Diederik berubah, ia menjadi lebih
dingin dan jarang sekali pulang kerumah. Dan dengan kedatangannya kali ini
sembari membawa seorang bocah lelaki yang tak tau asal usulnya, hal ini cukup
menyentil hati Ambar. Ia merasa tersinggung dan sedih. Namun, berbeda dengan
Ambar, Legawa malah justru menerimanya dengan sangat baik.
Surabaya, Desember 1998
Tak
terasa waktu cepat sekali berlalu. Layaknya prangko Legawa sangat menyayangi
Gentala. Legawa selalu mengikuti Gentala kemana-mana. Mereka cepat sekali
akrab. Meski semenjak kedatangan Gentala, entah kenapa Diederik seakan menjauhi
Legawa dan lebih dekat dengan Gentala. Namun, Legawa tak pernah merasa
keberatan. Ia berfikir ini semua karena sikap ibunya. Ayahnya tak mau Gentala
merasa asing. Ambar tak pernah sekalipun mendekati Gentala, ia hanya bersikap
formal dan berbicara seperlunya. Bagi Ambar sampai kapanpun, Gentala hanya akan
menjadi orang asing baginya.
Gentala
dan Legawa kini telah resmi lulus dari SMP. Diederik memutuskan untuk
memasukkan mereka kedalam SMA yang sama. Awalnya Ambar tak setuju, namun
lagi-lagi ia merasa tak memiliki hak untuk membantah suaminya. Meski hanya
berbeda beberapa bulan dan berada di tingkat sekolah yang sama, Legawa
menganggap Gentala adalah abangnya. Dia menjadi adik yang baik untuk Gentala.
Dan di
SMA inilah mereka bertemu dengan Nirmala, seorang gadis cantik dengan perilaku
yang lemah lembut. Nirmala berasal dari keluarga dengan latar belakang yang
baik pula. Nirmala membuat Legawa jatuh cinta untuk pertama kalinya. Maka dari
sinilah, Legawa memutuskan untuk mendekati Nirmala. Berawal dari teman,
sahabat, dan akhirnya mereka berdua menjadi sepasang kekasih yang membuat
seantero sekolah iri. Tak hanya dekat dengan Legawa, Nirmala juga berteman baik
dengan Gentala. Ia menghormati Gentala sebagai calon kakak iparnya dimasa
depan. Setidaknya itulah yang Nirmala fikir, entah Tuhan mengijinkan ia
berjodoh atau tidak dengan Legawa itu urusan nanti.
Surabaya, November 1999
”Tak
terasa ya, setahun lagi kita akan lulus SMA, kamu ingin melanjutkan studi
kemana?” tanya Nirmala dengan senyum mempesona.
“Entahlah
Mala, aku masih bingung dengan tujuanku. Jauh dilubuk hati aku ingin menjadi
seorang seniman atau guru. Namun kau tahu kan, jiwa nasionalisme dan
patriotisme kedua orang tuaku. Mereka memaksaku dan Gentala untuk menjadi
tentara. Mungkin hal itu memang cocok untuk Genta, tapi kurasa tidak untukku”
jawab Legawa dengan menghembuskan nafas kasar.
“(tersenyum,
mengusap Pundak Legawa lembut) Hei… jangan sedih. Kamu masih memiliki waktu
satu tahun untuk memikirkan kembali apa yang benar-benar kamu inginkan. Punya
waktu satu tahun untuk berdiskusi dan meminta restu kembali. Dan semisal kamu
diharuskan untuk menjadi tentara, kurasa itu tak terlalu buruk bukan? Semua
pekerjaan itu baik. Lagipula jika dibayangkan… kurasa kekasihku akan sangat
tampan jika memakai seragam tentara. Ah ralat, kekasihku akan tampan dalam
pakaian apa saja” kata Nirmala berusaha membuat suasana hati Legawa menjadi
lebih baik. Legawa membalas dengan menjawil lembut ujung hidung Nirmala gemas.
Nirmala
tahu, akhir-akhir ini Legawa sedang berada dalam keadaan yang sulit. Gentala
entah kenapa terasa tak sedekat dulu. Dia seakan menghindar dan menjauhi
Legawa. Dan ibunya yang dulu penuh dengan kelembutan, kini Legawa tak mengenal ibunya
yang seperti itu lagi. Kini Ambar sering menuntut banyak hal dari Legawa. Ia
ingin Legawa sukses dan merebut kembali perhatian ayahnya dari anak yang ia
anggap asing itu. Melihat interaksi Diederik dan Legawa yang semakin hari
semakin jauh membuat Ambar khawatir. Ia memiliki prasangka buruk terhadap
Gentala.
Karena
inilah, akhir-akhir ini Nirmala selalu mengajak Legawa di sebuah ruko kosong
dikawasan tengah kota, ruko milik kedua orang tuanya yang telah terbengkalai
dan belum direnovasi kembali. Ruko itu terdiri dari 3 lantai dan bagian lantai
paling atas memiliki rooftop yang memiliki pemandangan indah. Suasana malam di
Surabaya terlihat jelas, begitu juga dengan indahnya langit malam yang penuh
dengan gemerlap bintang. Bagi Legawa, Nirmala adalah hadiah terbaik dari Tuhan
untuknya. Ia mendoakan kebahagiaan Nirmala setiap malam, karena Nirmala selalu
membuatnya Bahagia. Gadis itu pintar untuk membuat suasana hati yang sedang
kisut menjadi lebih baik. Dia memiliki mulut dan hati yang manis. Dan Legawa
selalu bersyukur untuk itu.
“Lihat
Bintang dan Bulan diatas sana, kau tahu Legawa…. Bulan itu adalah dirimu dan
Bintang itu adalah aku. Kamu tidak sendiri, aku tidak akan meninggalkan kamu
sendirian. Mungkin ada kalanya aku jauh dari kamu, tapi sama seperti Bintang
didekat bulan itu, aku akan selalu ada” ucap Nirmala membuat suasana hati
Legawa menjadi lebih baik lagi. Mulai hari ini Bulan menjadi benda favoritnya
di langit.
Abandoned Place,2018
“Lalu,
bagaimana kelanjutan ceritanya?” tanyaku penasaran karena melihat Legawa hanya
diam mematung setelah itu.
“Langit
malam itu sangat indah ya Xyra?” jawab Legawa yang menyeleweng jauh dari topik
yang kubicarakan. Aku pun reflek menatap kearah Legawa yang kini menatap langit
dengan pandangan nanar. Ada apa Legawa? Kenapa pandanganmu terlihat sangat
menyakitkan untukku.
“Xyra…mana
yang lebih kamu suka? Bintang atau Bulan?” tanya Legawa tiba-tiba membuatku
terkejut.
“Hmmmm…
oh bulan. Aku menyukai Bulan. Meski sendiri dia sangat indah bukan?. Bintang
juga indah, tapi menurutku bulan jauh lebih kuat dari bintang. Bagiku Bulan
bagaikan pemeran utama, dan bintang adalah teman yang baik yang selalu
mendukung Bulan. Menemaninya agar tak sendirian. Bulan selalu ada diatas sana,
meski kadang bintang menghilang. Langit mengajarkanku untuk percaya dan harus
bergantung pada diri sendiri” Jawabku. Jika dipikir kembali, aku tak tahu
kenapa kata itu keluar begitu saja. Bahkan jika dipikirkan kembali aku tak
mengerti apa yang aku ucapkan.
“Ah
tentu saja. Seharusnya aku tak usah bertanya. Namamu sudah berarti Bulan itu
sendiri kan Xyra? Kamu benar, aku juga berfikir demikian. Bulan dan Bintang
juga dapat diartikan sebagai gambaran hidup manusia. Bulan memiliki 4 fase
untuk menjadi bulan purnama dan 4 fase lagi sebelum menjadi bulan mati yang
nantinya kembali menjadi bulan baru. Bulan menunjukkan bahwa kehidupan manusia
juga dapat berubah-ubah. Kadang kita Bahagia hingga terbang kelangit rasanya,
namun terkadang kita juga sedih sampai mau mati rasanya (terkekeh)”
“Sama
sepertimu, aku juga sangat menyukai Bulan Xyra. Karena seseorang, aku menganggap
bahwa diriku adalah Bulan, dan bintang adalah gambaran orang-orang disekitarku.
Mereka akan datang dan pergi. Tapi apa kamu sadar satu hal? Diantara
bintang-bintang yang datang silih berganti, ada satu bintang yang selalu
menemani, meski kadang jaraknya jauh tapi bintang itu tak pergi. Bagiku bintang
itu adalah Nirmala. Aku harap kamu akan menemukan bintangmu juga suatu saat
nanti Xyra” setelah mengucapkan itu, elusan lembut tangan Legawa diatas
kepalaku membuatku agak sedikit terkejut. Tangannya terasa begitu dingin tapi
cukup nyaman bagiku. Elusan lembut itu mengingatkanku pada kakak laki-lakiku.
Aku baru sadar dari semula kita yang duduk saling berjauhan, karena cerita
Legawa yang sangat menarik tanpa sadar jarak kami menjadi semakin dekat.
“Aku
senang kamu mengerti apa yang aku maksud. Karena setelah mengucapkan kalimat
tadi aku sendiri agak kebingungan apa artinya” kataku lagi. Tak lama, Legawa
kembali menatap langit yang malam ini terlihat mendung, hembusan angin malam
terasa sangat dingin. Lama tak ada suara diantara kami, tiba-tiba Legawa
berkata.
“Sayang
sekali saat ini langit dalam keadaan mendung. Sama seperti malam itu, diwaktu
aku terbaring lemah aku juga tidak dapat melihat satu pendar pun dilangit
malam” ucap Legawa dengan suara yang bergetar. Aku tahu, ia sedang menahan
tangis. Setelah mengucapkan itu, dapat
kulihat kembali wajah penuh penderitaan itu. Sumringah diwajahnya hilang tak
berbekas, mata hitam itu kembali memiliki tatapan yang kosong.
“Legawa..
are you okay?” tanyaku khawatir.
“(mengangguk
kecil) Iya, tak apa. Semua sudah berlalu. Mari kita lanjutkan ceritaku
sebelumnya.
Surabaya, Juli 2000
Malam
ini Legawa, Nirmala dan Gentala berencana untuk merayakan hari kelulusan
bersama dengan seluruh teman-teman seangkatannya. Legawa sangat senang karena
kegalauannya tentang mimpinya setahun belakangan ini hilang. Ambar kembali
bersikap seperti dulu akibat usaha mati-matian Legawa . Setiap malam, Legawa
akan berdiskusi dan terus-terusan mengutarakan mimpinya pada Ambar dan
Diederik, karena itulah ia berhasil meluluhkan hati ibunya. Ia mengijinkan
Legawa untuk mengikuti impiannya. Sama seperti ibunya, ayahnya pun mengiyakan
keinginan Legawa. Sedangkan Gentala, ia tetap dengan pilihan Diederik masuk ke
akademi tentara.
“Legawa”
panggil Gentala.
“Iya?”
jawab Legawa kelewat senang setelah beberapa bulan kebelakang ini Gentala
bersikap acuh padanya. Mendengar Gentala memanggil namanya membuat Legawa
Bahagia.
“Aku
akan berangkat ke akademi besok bersama ayah. Mau merayakan malam kelulusan
berdua denganku?” pinta Gentala.
“Tapi
bagaimana dengan janji kita ke teman-teman? Bukannya seharusnya mala mini kita
habiskan bersama?”
“Aku
tidak ingin melakukannya. Aku juga tak terlalu dekat dengan mereka. Aku hanya
ingin menghabiskan waktu berdua dengan adikku. Apakah tidak boleh? Waktu kita
bertemu sebentar lagi akan terbatas, jika kamu benar menganggapku sebagai abangmu,
kenapa tak habiskan waktu berdua saja?” setelah mengatakan itu tanpa ba bi bu
Gentala langsung beranjak meninggalkan Legawa ditempat. Gentala pergi menuju
kamarnya.
“Baiklah,
kamu mau kemana? Mari habiskan waktu berdua malam ini. Kita bisa pergi
merayakan dengan teman-teman besok atau saat reuni kan abang Genta (tertawa
kecil) aku akan mengabari Nirmala terlebih dahulu” ucap Legawa setelah mengikuti Gentala ke kamar.
“Kita
berangkat pukul 5 sore. Aku ingin mengajakmu kedaerah yang letaknya jauh berada
di timur Surabaya. Siapkan bekal dan pakailah baju putih abu-abu.Kita rayakan
hari ini menggunakan baju kelulusan kita agar suasananya lebih menyenangkan.
Kita berangkat menggunakan motor sendiri sendiri. Jangan bilang siapa-siapa
jika kita pergi berdua. Ucapkan ke Nirmala jika kamu tak bisa datang, jangan
menambahi keterangan apapun lagi” perintah Gentala.
Tak
lama pergilah mereka bersiap-siap untuk pergi ketempat yang Gentala inginkan.
Mereka berkendara sekitar 6 jam lamanya dengan dua kali istirahat selama 20
menit untuk melemaskan badan. Mereka pergi ke daerah Lumajang, Gentala ingin
pergi ke Semeru. Namun karena tak tau jalan, akhirnya mereka berdua tersesat
dan tak tau jalan.
Karena
sudah malam, jalanan sepi dan tidak ada siapapun yang bisa ditanya. Apalagi
mereka berada didaerah terpencil yang penuh dengan tanaman tebu dikanan kirinya.
Mereka memutuskan untuk berhenti sejenak disana. Entah karena apa tiba-tiba Gentala
emosi dan menyalahkan Legawa karena mereka tersesat. Dalam keadaan yang lelah
seperti ini Legawa pun tersulut emosinya. Tapi akhirnya, meski Legawa tak
salah, seperti biasa ia meminta maaf atas kesalahan yang tak ia lakukan. Mereka
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Namun
tiba-tiba Legawa terjatuh. Ia terseret ke arah kiri dan masuk ke lahan yang
penuh dengan tanaman tebu. Helm yang melindungi wajahnya terlepas menyebabkan kepalanya
berdarah. Separuh wajah bagian kanannya pun juga tertutupi darah akibat
bergesekan langsung dengan aspal yang kasar. Ia terjatuh cukup keras karena ia
berkendara dengan cukup kencang. Tak peduli dengan sakit di tubuhnya yang
terluka cukup parah, Legawa lebih terkejut akan hal yang telah dilakukan oleh
Gentala.
Gentala,
orang yang ia anggap sebagai kakaknya sendirilah yang menyebabkan ia terjatuh.
Ia yakin ini semua ulah Gentala karena hanya mereka satu-satunya orang yang
berada disana. Ia menatap ekspresi puas Gentala dengan tatapan nanar tak
percaya. Ia tak bisa menerima fakta bahwa Gentala lah orang yang menabraknya
dari belakang. Mereka sama-sama terjatuh dan terluka. Bedanya Gentala tak
mengalami luka atau cedera yang serius. Ia langsung bisa berdiri dan menegakkan
sepeda motornya kembali.
Perlahan
Gentala menghampiri Legawa. Ia berjongkok guna mensejajarkan tubuhnya dengan
Legawa yang saat ini terkulai lemas dengan posisi tengkurap. Kedua tangannya
yang tertutup sarung tangan membalikkan tubuh Legawa agar telentang. Senyum
Gentala yang biasanya manis kini berubah. Tatapan penuh benci ia perlihatkan
pada Legawa. Kedua matanya menatap Legawa dengan penuh dendam.
“Kenapa?”
tanya Legawa tak percaya, suaranya bergetar.
“Kenapa?
Kenapa katamu? (meludahi wajah Legawa) Aku membencimu Legawa! Bagaimana kamu
bisa memiliki semuanya? Kamu memiliki orang tua yang sangat menyayangimu!
Memiliki gadis cantik yang hanya melihat kearahmu. Dan memiliki teman-teman
yang sangat tulus serta melihatmu dengan tatapan kagum. Kau tahu meski ayahmu
sangat dekat denganku, tak ada satu hari pun ia lewatkan untuk bercerita
tentangmu. Ia selalu membahasmu, memperhatikanmu setiap saat. Dia perhatian
kepadaku karena rasa iba! Dia takut aku tersinggung akan perbuatan istrinya”
ucap Gentala menggebu.
“Bagaimana
bisa semua orang melihatmu dengan tatapn kagum, sementara mereka semua
melihatku dengan iba! Bahkan Nirmala, gadis yang sangat kucintai sekalipun,
memandangku seolah-olah aku ini fakir miskin yang perlu dikasihani. Satu hal
lagi, saat kau bisa enak-enakan mengejar mimpimu. Ayahmu yang seharusnya
menjadi penolongku malah membebankan ambisinya padaku. Gara-gara kamu menolak
untuk menjadi tentara aku yang harus menanggungnya! Aku tak bisa menggapai
mimpiku karena anak sialan sepertimu! Matilah Legawa! Aku membencimu! Kamu
harus mati agar aku tak lagi berada dibawah bayang-bayangmu. Aku ingin
orang-orang disekitarmu menjadi milikku sepenuhnya” lanjut Gentala sembari
menginjak perut Legawa, hal ini membuat Legawa memuntahkan darah. Tanpa rasa
kasihan, Gentala meninggalkan Legawa begitu saja. Meninggalkan Legawa tanpa
mendengarkan apa yang ingin Legawa ucapkan padanya.
“Aku
akan kemari lagi setelah kau mati. Kemudian aku akan menelfon orang tua dan
kekasih kesayanganmu. Aku akan mengabarkan kematianmu pada mereka. Tenang saja,
kau akan ditemukan dalam keadaan masih tampan! Aku tidak akan membiarkan mereka
melihat anaknya membusuk. Dua saudara mengalami kecelakaan di hari
kelulusannya, satu korban meninggal terdengar tidak terlalu buruk kan adikku?
Selamat tinggal” tambah Gentala sebelum akhirnya benar-benar pergi. Jika
dilihat baik-baik nampak di ujung mata Gentala ada sedikit air mata yang
menggenang. Entah itu air mata penyesalan, kepuasan ataukah ketakutan hanya
Gentala yang tau.
Setelah
ditinggalkan, Legawa hanya bisa melihat keatas dengan pandangan nanar. Ia masih
tak percaya, orang yang begitu ia cinta, ia anggap sebagai saudara sendiri
begitu benci terhadapnya. Begitu tega menjebaknya dalam keadaan seperti ini.
Langit mendung tanpa bulan dan bintang itu, Legawa membencinya. Bahkan disaat
terakhir dalam hidupnya, semesta tak mau memberikan sentuhan indah sedikitpun.
Hujan jatuh perlahan dan semakin lama semakin deras. Air dari langit itu
bersatu dengan air mata Legawa. Bersamaan dengan itu, mata pemuda itu perlahan
menutup. Dimalam yang dingin itu, tak terdengar lagi hembusan nafas, ataupun
jantung yang berdetak. Kisah hidup Legawa benar-benar selesai sampai disini. Ia
berakhir sendiri tanpa ada Nirmala ataupun orang tua yang sangat ia sayangi
disisinya.
Abandoned Place, Oktober 2018
Mendengar
akhir dari cerita Legawa membuatku menangis tersedu-sedu. Jadi inikah alasannya
Legawa? Alasan kenapa kau selalu menungguku dengan wajah sembab, menungguku
untuk menemanimu. Kau bercerita padaku agar setidaknya ada satu orang yang tahu
kisah nyata dibalik kematianmu.
“Jangan
menangis Xyra, sekarang sudh tidak apa-apa. Semuanya sudah berlalu. Tolong
jadikan kisahku ini sebagai pelajaran untukmu”
“Setelah
kejadian itu… bagaimana dengan Nirmala dan kedua orang tuamu? Dan untuk
Gentala… apakah kamu membencinya?” tanyaku hati-hati.
“Tak
pernah sekalipun aku membencinya Xyra. Sampai kapanpun Gentala akan kuanggap
sebagai saudaraku.Hal itu tak akan pernah berubah. Aku tidak membencinya, hanya
kecewa. Dan itu perasaan yang mengalahkan rasa benci Xyra. Semuanya sudah
terjadi, dan aku sudah menceritakan kisahku padamu. Aku merasa lega, dan sudah
sepatutnya aku menerima jalan hidupku Xyra. Mari kuantar kamu pulang. Mari
bertemu kembali dan ceritakan tentang dirimu padaku kapan-kapan. Setelah itu
akan kulanjutkan kisah bagaimana nasib orang-orang yang kutinggalkan” ucap
Legawa mengakhiri dialog kita malam itu.
Edinburgh, Oktober 2025
Kututup
kembali buku hitam ini setelah selesai membaca bagian pertamanya. Aku sungguh
bersyukur telah bertemu dan menjadi seseorang yang dapat mendengar cerita hidup
dari orang hebat seperti Legawa. Seperti namanya ia mengajarkanku untuk
bersikap Legawa yang dalam Bahasa Indonesia artinya adalah ikhlas dan menerima
segala hal dengan tulus.
Ceritanya
akan selalu menginspirasiku untuk terus memperbaiki diri. Untuk terus berusaha
dan tetap bertahan disegala keadaan. Ia akan selalu mengajarkanku untuk
bersikap legawa disaat aku merasakan sisi marigold yang menyakitkan. Dan sekarang
terbukti, disinilah aku. Aku berhasil bertahan dan sukses menjalani hidupku
sesuai mimpi. Saat ini aku tinggal di Edinburgh, di kota impian Legawa. Meski
aku tidak akan menetap disini untuk selamanya dan akan pulang ke tanah air 2
tahun lagi.
Sebelum
benar-benar menghilang, diakhir pertemuan kami aku ingat sekali ada satu impian
yang ingin Legawa wujudkan. Ia ingin menjadi seniman sukses dan hidup di
Skotlandia. Legawa sangat suka dengan film Braveheart, salah satu film keren di
tahun 90 an. Dan perlu kuakui Skotlandia memanglah sangat indah. Selain itu
berada disini membuatku menemukan seseorang yang kuanggap sebagai Bintang yang
Legawa pernah doakan dulu. Sebagai bentuk dari rasa terimakasihku, saat ini aku
sedang berusaha membuat sebuah buku tentangnya. Aku ingin mereka juga
terinspirasi sepertiku. Aku ingin kalian juga tahu apa yang sebenarnya terjadi
di hidup Legawa. Aku ingin kalian juga menanamkan sifat Legawa di diri kalian.
The End
18.16
Jember,
17 Oktober 2023
Goresan
dariku,untuk orang sehebat Legawa
-Alvina
Octaviani-
Komentar
Posting Komentar