Legawa

 Legawa

By: Otaa


Edinburgh, Oktober 2025

 

Kerlap-kerlip lampu jalan, suara jazz jalanan dan secangkir kopi mengepul hangat. Sekarang pukul 02.17 a.m dan aku masih terjaga. Aku mendudukkan diri di salah satu kursi yang menjadi saksi betapa gilanya aku, saat mencoba kembali mengingat segala hal tentangmu. Sebuah kursi kayu tua yang kudapat dari toko barang antik ini, menjadi saksi setiap kali aku mengukir kata untuk mengenangmu yang telah raib di 5 tahun terakhir ini. Sekarang pukul 02. 20 dan aku tetap tak bergeming. Lama menatap jendela yang mulai mengabur karena tetesan hujan, tanganku menemukan sebuah buku dengan sampul hitam yang telah lusuh dan berdebu. Perlahan kubuka dan kubaca ulang setiap aksara yang kini telah memudar goresan tintanya. Ini buku tentang kamu Legawa, tentang kenangan paling berharga dalam hidupku yang akan selalu kucoba simpan secara rapi dalam memori.

          Dilembar pertama, mengisahkan awal perjumpaan kita. Tiap kata didalamnya menarikku kembali kemasa lalu. Kutatap sekali lagi pemandangan hiruk pikuknya kota diluar jendelaku. Legawa...... Sungguh indah pemandangan dibawah sana. Lihat lampu lampu cantik yang berkelap-kelip disana, bising suara kendaraan yang berlalu lalang, dan dua anak kecil yang tengah berkelahi lucu itu. Jika diingat kembali, suasana ini sungguh berbanding terbalik dengan peristiwa awal perjumpaan kita bukan?

 

 

Abandoned Place, 2018

Saat itu,hanya ada satu lentera remang-remang sebagai sumber cahaya, sunyi sepi, dan hanya ada kita berdua. Tidak bertegur sapa maupun berkelahi seperti bocah disana (tertawa kecil). Melainkan hanya ada aku yang termenung melihat sosok lelaki jangkung yang menundukkan kepala dengan posisi jongkoknya. Aku ingat sekali baju lusuh putih abu-abu mu yang memiliki bercak darah di lengan, perut dan dada. Sungguh, jika bukan karena rasa takut ku, sudah ku sapa kamu terlebih dahulu.

 

Lalu setelah sekian lama kita saling diam, aku mulai mendengar isak tangis mu. Sekujur tubuhku seketika menegang saat itu, terlebih ketika kau dongak kan kepalamu. Luka apa yang ada disana ? Aku tak pernah melihat ekspresi yang begitu menyedihkan dari seorang lelaki tampan, tinggi, dan jangkung sepertimu. Luka itu membangunkan rasa simpati dalam hatiku, sungguh aku ingin bertanya kala itu. Namun lagi lagi, luka di separuh wajah kananmu membuatku gemetar. Bibir pucat dan sorot matamu yang tak tentu membuatku gentar. Jika waktu terulang, sungguh aku ingin lebih peduli.

Aku akan langsung memintamu bercerita, bukan malah membiarkan mu menungguku disana seperti malam malam selanjutnya. Di pertemuan ketiga.... Barulah kita bertegur sapa bukan? Di pertemuan ketiga pula, akhirnya aku mendengar suaramu untuk kali pertama. Aku terkejut dibalik tampilanmu yang terkesan lembut, ternyata suaramu begitu berat dan serak. Saat itu, kamu tak lagi menangis seperti hari hari sebelumnya, meski aku tau sebenarnya kau pun telah menangis dihari itu. Jejak air mata di pipi mu yang pucat menjadi pertanda yang amat jelas. Kita pun mulai duduk di kursi kayu panjang disamping lentera,dengan posisi saling berjauhan.

          “Kamu menyukai bunga apa?” ucapmu mengawali dialog diantara kita. Suaramu bergetar saat itu.

          “Ehhhm, aku suka bunga Marigold. Aku lahir di bulan Oktober, jadi aku menyukai bunga bulan kelahiranku sendiri” jawabku berusaha terdengar ceria untuk mencairkan suasana.

          “Hn…. Marigold. Bunga yang sangat cantik secara fisik tapi tidak dengan maknanya kan? Seperti manusia, marigold juga memiliki 2 sisi. Sisi pertama ia bermakna keindahan, keceriaan, dan kesuksesan. Disisi lain marigold bermakna kesedihan akan cinta yang mendalam” katamu lagi sembari menatapku lekat.

          “Aku juga menyukai bunga Marigold, tapi sekarang tidak lagi saat aku tahu bagaimana rasa sakit yang kualami dari 2 sisi yang Marigold lambangkan. ‘Kesedihan akan cinta yang mendalam’ Cinta, bukan hanya diperuntukkan untuk kekasih kan? Tapi bisa untuk keluarga, teman, sahabat bahkan ke makhluk yang lain. Aku benar kan Xyra?” lanjut Legawa. Kata yang keluar dari mulutnya mebuatku terkejut. Bukan kata yang merujuk pada makna Marigold, tapi kata terakhir yang keluar dari mulutnya.

          “Kamu tahu namaku?” tanyaku ragu.

          “Tentu Xyra. Namamu sangat cantik, aku suka. Sangat cocok dengan kepribadianmu.”

          “Ah.. yaa. Aku tidak mengerti jika kamu tahu begitu banyak tentangku, sedangkan aku tak ahu apa-apa tentangmu. Jadi namamu siapa?”

          “Tentu saja aku banyak tahu tentangmu. Aku tak bisa mengajak sembarang orang kemari Xyra. Hanya orang dengan keistimewaan sepertimu yang bisa. Namaku Legawa Bentala Jatmika, kamu bisa memanggilku Legawa. Sama denganmu aku juga lahir dibulan Oktober, tapi aku lahir di tahun 1982. Kedua orang tuaku adalah orang hebat. Ayahku seorang tantara veteran pada Operasi Seroja di tahun 1975-1976. Ayahku keturunan Indonesia-Belanda, namanya Van Coen Diederik. Sedangkan ibuku adalah orang pribumi asli berdarah Jawa bernama Ambar Rukma Gayatri. Ibuku adalah seorang yang sangat hebat dengan rasa empati yang besar. Dia ikut berpartisipasi dalam Gerakan Suara Ibu Peduli di tahun 1998. Lihat, perlahan- lahan kamu mengetahui banyak hal tentangku kan?” ucap legawa panjang lebar. Saat membicarakan kedua orang tuanya matanya berbinar namun juga menunjukkan kerinduan yang amat mendalam.

          “Aku adalah anak tunggal. Oh ya Xyra, asal kamu tahu karena ayahku adalah seorang tentara maka aku dididik dengan keras sedari kecil. Namun, alih-alih seperti ayahku, aku 100% mengikuti sifat ibuku” lanjutnya lagi.

          “Iya, tapi kamu tetap akan dibilang anak ayahmu karena postur tubuh dan wajahmu sepertinya sangat mewarisi darah Belanda yang beliau wariskan” aku menanggapi cerita panjangnya sambal tersenyum lembut.

          “Benar. Hahaha. Oh ya, aku mempunyai satu sahabat lelaki yang sangat aku kagumi, dia kuanggap sebagai kakak lelakiku sendiri. Ayahku juga memperlakukannya seperti anak sendiri. Dan aku juga mempunyai seorang kekasih yang amat sangat cantik Xyra. Kecantikan fisiknya setara dengan kebaikan hatinya”

          “Maka kamu sangat beruntung sekali jika begitu Legawa. Tidak semua orang bisa mempunyai kehidupan sepertimu. Orang tua yang hebat, sahabat yang sedekat saudara kandung dan kekasih yang pastinya dijadikan idaman semua orang” kataku sembari menatap Legawa. Setelah kalimat itu keluar dari mulutku, aku bisa mendengar Legaw a menghela nafas.

          “Hn.. itulah yang orang selalu katakan, aku sangat beruntung, hidupku penuh dengan kebahagiaan dan berbagai hal lainnya. Tapi kamu ingat perkataanku bukan? Marigold, ia seperti manusia pada umumnya. Memiliki 2 sisi kehidupan Xyra. Mari kita mulai ceritaku yang sebenarnya dari dua sisi, lalu kamu coba buat kesimpulan sendiri dari ceritaku”

 

 

Surabaya, Agustus 1992

 

          Dirumah dengan nuansa yang penuh dengan pernak pernik campuran budaya Indonesia dan Belanda itu, nampak seorang anak laki-laki berusia 10 tahun sedang duduk manis menunggu ibunya menyiapkan makan siang. Anak itu tampak jangkung dengan pakaian putih merah khas anak SD. Bocah lelaki itu adalah Legawa, meski masih SD dia tergolong tinggi untuk anak sesusianya.

          Tak lama nampak sang ayah membawa seorang bocah lelaki lain entah darimana, ia tak kalah tampan dan tinggi dari Legawa. Hanya saja, berbeda dengan Legawa, bocah itu berwajah pribumi asli dengan kulitnya yang hitam manis. Bocah kecil itu nampak malu dan menyembunyikan setengah badannya dibelakang ayah Legawa. Melihat itu Ambar, ibu Legawa sedikit terkejut.

          ”Schat (panggilan sayang dalam Bahasa Belanda) siapa?” ucap ibu Legawa bertanya.

          “Aku menemukannya ditengah-tengah menjalankan tugas Ambar. Ayah ibunya adalah korban pembunuhan. Mari kita merawatnya, lagipula kita hanya memiliki satu anak, dengan materi yang kita punya aku yakin akan lebih dari cukup untuk membesarkan lima anak sekaligus” jawab ayah Legawa enggan dibantah. Sebagai orang dengan fikiran yang masih kuno, ayah Legawa memang mengikuti prinsip ‘Banyak anak banyak rezeki’ namun sayang keadaan tak memungkinkan.

          Saat Legawa berumur 5 tahun, Ambar pernah hamil Kembali. Namun tak sampai 3 bulan hamil, ia mengalami keguguran. Dan hal ini terulang hingga 3 kali kemudian. Hingga suatu ketika karena ditakutkan akan membahayakan nyawanya, Rahim ambar pun diangkat. Semenjak kejadian itu jugalah Diederik berubah, ia menjadi lebih dingin dan jarang sekali pulang kerumah. Dan dengan kedatangannya kali ini sembari membawa seorang bocah lelaki yang tak tau asal usulnya, hal ini cukup menyentil hati Ambar. Ia merasa tersinggung dan sedih. Namun, berbeda dengan Ambar, Legawa malah justru menerimanya dengan sangat baik.

 

 

Surabaya, Desember 1998

 

Tak terasa waktu cepat sekali berlalu. Layaknya prangko Legawa sangat menyayangi Gentala. Legawa selalu mengikuti Gentala kemana-mana. Mereka cepat sekali akrab. Meski semenjak kedatangan Gentala, entah kenapa Diederik seakan menjauhi Legawa dan lebih dekat dengan Gentala. Namun, Legawa tak pernah merasa keberatan. Ia berfikir ini semua karena sikap ibunya. Ayahnya tak mau Gentala merasa asing. Ambar tak pernah sekalipun mendekati Gentala, ia hanya bersikap formal dan berbicara seperlunya. Bagi Ambar sampai kapanpun, Gentala hanya akan menjadi orang asing baginya.

Gentala dan Legawa kini telah resmi lulus dari SMP. Diederik memutuskan untuk memasukkan mereka kedalam SMA yang sama. Awalnya Ambar tak setuju, namun lagi-lagi ia merasa tak memiliki hak untuk membantah suaminya. Meski hanya berbeda beberapa bulan dan berada di tingkat sekolah yang sama, Legawa menganggap Gentala adalah abangnya. Dia menjadi adik yang baik untuk Gentala.

Dan di SMA inilah mereka bertemu dengan Nirmala, seorang gadis cantik dengan perilaku yang lemah lembut. Nirmala berasal dari keluarga dengan latar belakang yang baik pula. Nirmala membuat Legawa jatuh cinta untuk pertama kalinya. Maka dari sinilah, Legawa memutuskan untuk mendekati Nirmala. Berawal dari teman, sahabat, dan akhirnya mereka berdua menjadi sepasang kekasih yang membuat seantero sekolah iri. Tak hanya dekat dengan Legawa, Nirmala juga berteman baik dengan Gentala. Ia menghormati Gentala sebagai calon kakak iparnya dimasa depan. Setidaknya itulah yang Nirmala fikir, entah Tuhan mengijinkan ia berjodoh atau tidak dengan Legawa itu urusan nanti.

Surabaya, November 1999

         

          ”Tak terasa ya, setahun lagi kita akan lulus SMA, kamu ingin melanjutkan studi kemana?” tanya Nirmala dengan senyum mempesona.

          “Entahlah Mala, aku masih bingung dengan tujuanku. Jauh dilubuk hati aku ingin menjadi seorang seniman atau guru. Namun kau tahu kan, jiwa nasionalisme dan patriotisme kedua orang tuaku. Mereka memaksaku dan Gentala untuk menjadi tentara. Mungkin hal itu memang cocok untuk Genta, tapi kurasa tidak untukku” jawab Legawa dengan menghembuskan nafas kasar.

          “(tersenyum, mengusap Pundak Legawa lembut) Hei… jangan sedih. Kamu masih memiliki waktu satu tahun untuk memikirkan kembali apa yang benar-benar kamu inginkan. Punya waktu satu tahun untuk berdiskusi dan meminta restu kembali. Dan semisal kamu diharuskan untuk menjadi tentara, kurasa itu tak terlalu buruk bukan? Semua pekerjaan itu baik. Lagipula jika dibayangkan… kurasa kekasihku akan sangat tampan jika memakai seragam tentara. Ah ralat, kekasihku akan tampan dalam pakaian apa saja” kata Nirmala berusaha membuat suasana hati Legawa menjadi lebih baik. Legawa membalas dengan menjawil lembut ujung hidung Nirmala gemas.

          Nirmala tahu, akhir-akhir ini Legawa sedang berada dalam keadaan yang sulit. Gentala entah kenapa terasa tak sedekat dulu. Dia seakan menghindar dan menjauhi Legawa. Dan ibunya yang dulu penuh dengan kelembutan, kini Legawa tak mengenal ibunya yang seperti itu lagi. Kini Ambar sering menuntut banyak hal dari Legawa. Ia ingin Legawa sukses dan merebut kembali perhatian ayahnya dari anak yang ia anggap asing itu. Melihat interaksi Diederik dan Legawa yang semakin hari semakin jauh membuat Ambar khawatir. Ia memiliki prasangka buruk terhadap Gentala.

          Karena inilah, akhir-akhir ini Nirmala selalu mengajak Legawa di sebuah ruko kosong dikawasan tengah kota, ruko milik kedua orang tuanya yang telah terbengkalai dan belum direnovasi kembali. Ruko itu terdiri dari 3 lantai dan bagian lantai paling atas memiliki rooftop yang memiliki pemandangan indah. Suasana malam di Surabaya terlihat jelas, begitu juga dengan indahnya langit malam yang penuh dengan gemerlap bintang. Bagi Legawa, Nirmala adalah hadiah terbaik dari Tuhan untuknya. Ia mendoakan kebahagiaan Nirmala setiap malam, karena Nirmala selalu membuatnya Bahagia. Gadis itu pintar untuk membuat suasana hati yang sedang kisut menjadi lebih baik. Dia memiliki mulut dan hati yang manis. Dan Legawa selalu bersyukur untuk itu.

          “Lihat Bintang dan Bulan diatas sana, kau tahu Legawa…. Bulan itu adalah dirimu dan Bintang itu adalah aku. Kamu tidak sendiri, aku tidak akan meninggalkan kamu sendirian. Mungkin ada kalanya aku jauh dari kamu, tapi sama seperti Bintang didekat bulan itu, aku akan selalu ada” ucap Nirmala membuat suasana hati Legawa menjadi lebih baik lagi. Mulai hari ini Bulan menjadi benda favoritnya di langit.

 

Abandoned Place,2018

          “Lalu, bagaimana kelanjutan ceritanya?” tanyaku penasaran karena melihat Legawa hanya diam mematung setelah itu.

          “Langit malam itu sangat indah ya Xyra?” jawab Legawa yang menyeleweng jauh dari topik yang kubicarakan. Aku pun reflek menatap kearah Legawa yang kini menatap langit dengan pandangan nanar. Ada apa Legawa? Kenapa pandanganmu terlihat sangat menyakitkan untukku.

          “Xyra…mana yang lebih kamu suka? Bintang atau Bulan?” tanya Legawa tiba-tiba membuatku terkejut.

          “Hmmmm… oh bulan. Aku menyukai Bulan. Meski sendiri dia sangat indah bukan?. Bintang juga indah, tapi menurutku bulan jauh lebih kuat dari bintang. Bagiku Bulan bagaikan pemeran utama, dan bintang adalah teman yang baik yang selalu mendukung Bulan. Menemaninya agar tak sendirian. Bulan selalu ada diatas sana, meski kadang bintang menghilang. Langit mengajarkanku untuk percaya dan harus bergantung pada diri sendiri” Jawabku. Jika dipikir kembali, aku tak tahu kenapa kata itu keluar begitu saja. Bahkan jika dipikirkan kembali aku tak mengerti apa yang aku ucapkan.

          “Ah tentu saja. Seharusnya aku tak usah bertanya. Namamu sudah berarti Bulan itu sendiri kan Xyra? Kamu benar, aku juga berfikir demikian. Bulan dan Bintang juga dapat diartikan sebagai gambaran hidup manusia. Bulan memiliki 4 fase untuk menjadi bulan purnama dan 4 fase lagi sebelum menjadi bulan mati yang nantinya kembali menjadi bulan baru. Bulan menunjukkan bahwa kehidupan manusia juga dapat berubah-ubah. Kadang kita Bahagia hingga terbang kelangit rasanya, namun terkadang kita juga sedih sampai mau mati rasanya (terkekeh)”

          “Sama sepertimu, aku juga sangat menyukai Bulan Xyra. Karena seseorang, aku menganggap bahwa diriku adalah Bulan, dan bintang adalah gambaran orang-orang disekitarku. Mereka akan datang dan pergi. Tapi apa kamu sadar satu hal? Diantara bintang-bintang yang datang silih berganti, ada satu bintang yang selalu menemani, meski kadang jaraknya jauh tapi bintang itu tak pergi. Bagiku bintang itu adalah Nirmala. Aku harap kamu akan menemukan bintangmu juga suatu saat nanti Xyra” setelah mengucapkan itu, elusan lembut tangan Legawa diatas kepalaku membuatku agak sedikit terkejut. Tangannya terasa begitu dingin tapi cukup nyaman bagiku. Elusan lembut itu mengingatkanku pada kakak laki-lakiku. Aku baru sadar dari semula kita yang duduk saling berjauhan, karena cerita Legawa yang sangat menarik tanpa sadar jarak kami menjadi semakin dekat.

          “Aku senang kamu mengerti apa yang aku maksud. Karena setelah mengucapkan kalimat tadi aku sendiri agak kebingungan apa artinya” kataku lagi. Tak lama, Legawa kembali menatap langit yang malam ini terlihat mendung, hembusan angin malam terasa sangat dingin. Lama tak ada suara diantara kami, tiba-tiba Legawa berkata.

          “Sayang sekali saat ini langit dalam keadaan mendung. Sama seperti malam itu, diwaktu aku terbaring lemah aku juga tidak dapat melihat satu pendar pun dilangit malam” ucap Legawa dengan suara yang bergetar. Aku tahu, ia sedang menahan tangis. Setelah mengucapkan itu,  dapat kulihat kembali wajah penuh penderitaan itu. Sumringah diwajahnya hilang tak berbekas, mata hitam itu kembali memiliki tatapan yang kosong.

          “Legawa.. are you okay?” tanyaku khawatir.

          “(mengangguk kecil) Iya, tak apa. Semua sudah berlalu. Mari kita lanjutkan ceritaku sebelumnya.

 

 

Surabaya, Juli 2000

          Malam ini Legawa, Nirmala dan Gentala berencana untuk merayakan hari kelulusan bersama dengan seluruh teman-teman seangkatannya. Legawa sangat senang karena kegalauannya tentang mimpinya setahun belakangan ini hilang. Ambar kembali bersikap seperti dulu akibat usaha mati-matian Legawa . Setiap malam, Legawa akan berdiskusi dan terus-terusan mengutarakan mimpinya pada Ambar dan Diederik, karena itulah ia berhasil meluluhkan hati ibunya. Ia mengijinkan Legawa untuk mengikuti impiannya. Sama seperti ibunya, ayahnya pun mengiyakan keinginan Legawa. Sedangkan Gentala, ia tetap dengan pilihan Diederik masuk ke akademi tentara.

          “Legawa” panggil Gentala.

          “Iya?” jawab Legawa kelewat senang setelah beberapa bulan kebelakang ini Gentala bersikap acuh padanya. Mendengar Gentala memanggil namanya membuat Legawa Bahagia.

          “Aku akan berangkat ke akademi besok bersama ayah. Mau merayakan malam kelulusan berdua denganku?” pinta Gentala.

          “Tapi bagaimana dengan janji kita ke teman-teman? Bukannya seharusnya mala mini kita habiskan bersama?”

          “Aku tidak ingin melakukannya. Aku juga tak terlalu dekat dengan mereka. Aku hanya ingin menghabiskan waktu berdua dengan adikku. Apakah tidak boleh? Waktu kita bertemu sebentar lagi akan terbatas, jika kamu benar menganggapku sebagai abangmu, kenapa tak habiskan waktu berdua saja?” setelah mengatakan itu tanpa ba bi bu Gentala langsung beranjak meninggalkan Legawa ditempat. Gentala pergi menuju kamarnya.

          “Baiklah, kamu mau kemana? Mari habiskan waktu berdua malam ini. Kita bisa pergi merayakan dengan teman-teman besok atau saat reuni kan abang Genta (tertawa kecil) aku akan mengabari Nirmala terlebih dahulu” ucap Legawa  setelah mengikuti Gentala ke kamar.

          “Kita berangkat pukul 5 sore. Aku ingin mengajakmu kedaerah yang letaknya jauh berada di timur Surabaya. Siapkan bekal dan pakailah baju putih abu-abu.Kita rayakan hari ini menggunakan baju kelulusan kita agar suasananya lebih menyenangkan. Kita berangkat menggunakan motor sendiri sendiri. Jangan bilang siapa-siapa jika kita pergi berdua. Ucapkan ke Nirmala jika kamu tak bisa datang, jangan menambahi keterangan apapun lagi” perintah Gentala.

          Tak lama pergilah mereka bersiap-siap untuk pergi ketempat yang Gentala inginkan. Mereka berkendara sekitar 6 jam lamanya dengan dua kali istirahat selama 20 menit untuk melemaskan badan. Mereka pergi ke daerah Lumajang, Gentala ingin pergi ke Semeru. Namun karena tak tau jalan, akhirnya mereka berdua tersesat dan tak tau jalan.

          Karena sudah malam, jalanan sepi dan tidak ada siapapun yang bisa ditanya. Apalagi mereka berada didaerah terpencil yang penuh dengan tanaman tebu dikanan kirinya. Mereka memutuskan untuk berhenti sejenak disana. Entah karena apa tiba-tiba Gentala emosi dan menyalahkan Legawa karena mereka tersesat. Dalam keadaan yang lelah seperti ini Legawa pun tersulut emosinya. Tapi akhirnya, meski Legawa tak salah, seperti biasa ia meminta maaf atas kesalahan yang tak ia lakukan. Mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.

          Namun tiba-tiba Legawa terjatuh. Ia terseret ke arah kiri dan masuk ke lahan yang penuh dengan tanaman tebu. Helm yang melindungi wajahnya terlepas menyebabkan kepalanya berdarah. Separuh wajah bagian kanannya pun juga tertutupi darah akibat bergesekan langsung dengan aspal yang kasar. Ia terjatuh cukup keras karena ia berkendara dengan cukup kencang. Tak peduli dengan sakit di tubuhnya yang terluka cukup parah, Legawa lebih terkejut akan hal yang telah dilakukan oleh Gentala.

Gentala, orang yang ia anggap sebagai kakaknya sendirilah yang menyebabkan ia terjatuh. Ia yakin ini semua ulah Gentala karena hanya mereka satu-satunya orang yang berada disana. Ia menatap ekspresi puas Gentala dengan tatapan nanar tak percaya. Ia tak bisa menerima fakta bahwa Gentala lah orang yang menabraknya dari belakang. Mereka sama-sama terjatuh dan terluka. Bedanya Gentala tak mengalami luka atau cedera yang serius. Ia langsung bisa berdiri dan menegakkan sepeda motornya kembali.

          Perlahan Gentala menghampiri Legawa. Ia berjongkok guna mensejajarkan tubuhnya dengan Legawa yang saat ini terkulai lemas dengan posisi tengkurap. Kedua tangannya yang tertutup sarung tangan membalikkan tubuh Legawa agar telentang. Senyum Gentala yang biasanya manis kini berubah. Tatapan penuh benci ia perlihatkan pada Legawa. Kedua matanya menatap Legawa dengan penuh dendam.

          “Kenapa?” tanya Legawa tak percaya, suaranya bergetar.

     “Kenapa? Kenapa katamu? (meludahi wajah Legawa) Aku membencimu Legawa! Bagaimana kamu bisa memiliki semuanya? Kamu memiliki orang tua yang sangat menyayangimu! Memiliki gadis cantik yang hanya melihat kearahmu. Dan memiliki teman-teman yang sangat tulus serta melihatmu dengan tatapan kagum. Kau tahu meski ayahmu sangat dekat denganku, tak ada satu hari pun ia lewatkan untuk bercerita tentangmu. Ia selalu membahasmu, memperhatikanmu setiap saat. Dia perhatian kepadaku karena rasa iba! Dia takut aku tersinggung akan perbuatan istrinya” ucap Gentala menggebu.

          “Bagaimana bisa semua orang melihatmu dengan tatapn kagum, sementara mereka semua melihatku dengan iba! Bahkan Nirmala, gadis yang sangat kucintai sekalipun, memandangku seolah-olah aku ini fakir miskin yang perlu dikasihani. Satu hal lagi, saat kau bisa enak-enakan mengejar mimpimu. Ayahmu yang seharusnya menjadi penolongku malah membebankan ambisinya padaku. Gara-gara kamu menolak untuk menjadi tentara aku yang harus menanggungnya! Aku tak bisa menggapai mimpiku karena anak sialan sepertimu! Matilah Legawa! Aku membencimu! Kamu harus mati agar aku tak lagi berada dibawah bayang-bayangmu. Aku ingin orang-orang disekitarmu menjadi milikku sepenuhnya” lanjut Gentala sembari menginjak perut Legawa, hal ini membuat Legawa memuntahkan darah. Tanpa rasa kasihan, Gentala meninggalkan Legawa begitu saja. Meninggalkan Legawa tanpa mendengarkan apa yang ingin Legawa ucapkan padanya.

          “Aku akan kemari lagi setelah kau mati. Kemudian aku akan menelfon orang tua dan kekasih kesayanganmu. Aku akan mengabarkan kematianmu pada mereka. Tenang saja, kau akan ditemukan dalam keadaan masih tampan! Aku tidak akan membiarkan mereka melihat anaknya membusuk. Dua saudara mengalami kecelakaan di hari kelulusannya, satu korban meninggal terdengar tidak terlalu buruk kan adikku? Selamat tinggal” tambah Gentala sebelum akhirnya benar-benar pergi. Jika dilihat baik-baik nampak di ujung mata Gentala ada sedikit air mata yang menggenang. Entah itu air mata penyesalan, kepuasan ataukah ketakutan hanya Gentala yang tau.

          Setelah ditinggalkan, Legawa hanya bisa melihat keatas dengan pandangan nanar. Ia masih tak percaya, orang yang begitu ia cinta, ia anggap sebagai saudara sendiri begitu benci terhadapnya. Begitu tega menjebaknya dalam keadaan seperti ini. Langit mendung tanpa bulan dan bintang itu, Legawa membencinya. Bahkan disaat terakhir dalam hidupnya, semesta tak mau memberikan sentuhan indah sedikitpun. Hujan jatuh perlahan dan semakin lama semakin deras. Air dari langit itu bersatu dengan air mata Legawa. Bersamaan dengan itu, mata pemuda itu perlahan menutup. Dimalam yang dingin itu, tak terdengar lagi hembusan nafas, ataupun jantung yang berdetak. Kisah hidup Legawa benar-benar selesai sampai disini. Ia berakhir sendiri tanpa ada Nirmala ataupun orang tua yang sangat ia sayangi disisinya.

 

 

Abandoned Place, Oktober 2018

 

          Mendengar akhir dari cerita Legawa membuatku menangis tersedu-sedu. Jadi inikah alasannya Legawa? Alasan kenapa kau selalu menungguku dengan wajah sembab, menungguku untuk menemanimu. Kau bercerita padaku agar setidaknya ada satu orang yang tahu kisah nyata dibalik kematianmu.

          “Jangan menangis Xyra, sekarang sudh tidak apa-apa. Semuanya sudah berlalu. Tolong jadikan kisahku ini sebagai pelajaran untukmu”

          “Setelah kejadian itu… bagaimana dengan Nirmala dan kedua orang tuamu? Dan untuk Gentala… apakah kamu membencinya?” tanyaku hati-hati.

          “Tak pernah sekalipun aku membencinya Xyra. Sampai kapanpun Gentala akan kuanggap sebagai saudaraku.Hal itu tak akan pernah berubah. Aku tidak membencinya, hanya kecewa. Dan itu perasaan yang mengalahkan rasa benci Xyra. Semuanya sudah terjadi, dan aku sudah menceritakan kisahku padamu. Aku merasa lega, dan sudah sepatutnya aku menerima jalan hidupku Xyra. Mari kuantar kamu pulang. Mari bertemu kembali dan ceritakan tentang dirimu padaku kapan-kapan. Setelah itu akan kulanjutkan kisah bagaimana nasib orang-orang yang kutinggalkan” ucap Legawa mengakhiri dialog kita malam itu.

 

 

 

Edinburgh, Oktober 2025

          Kututup kembali buku hitam ini setelah selesai membaca bagian pertamanya. Aku sungguh bersyukur telah bertemu dan menjadi seseorang yang dapat mendengar cerita hidup dari orang hebat seperti Legawa. Seperti namanya ia mengajarkanku untuk bersikap Legawa yang dalam Bahasa Indonesia artinya adalah ikhlas dan menerima segala hal dengan tulus.

          Ceritanya akan selalu menginspirasiku untuk terus memperbaiki diri. Untuk terus berusaha dan tetap bertahan disegala keadaan. Ia akan selalu mengajarkanku untuk bersikap legawa disaat aku merasakan sisi marigold yang menyakitkan. Dan sekarang terbukti, disinilah aku. Aku berhasil bertahan dan sukses menjalani hidupku sesuai mimpi. Saat ini aku tinggal di Edinburgh, di kota impian Legawa. Meski aku tidak akan menetap disini untuk selamanya dan akan pulang ke tanah air 2 tahun lagi.

Sebelum benar-benar menghilang, diakhir pertemuan kami aku ingat sekali ada satu impian yang ingin Legawa wujudkan. Ia ingin menjadi seniman sukses dan hidup di Skotlandia. Legawa sangat suka dengan film Braveheart, salah satu film keren di tahun 90 an. Dan perlu kuakui Skotlandia memanglah sangat indah. Selain itu berada disini membuatku menemukan seseorang yang kuanggap sebagai Bintang yang Legawa pernah doakan dulu. Sebagai bentuk dari rasa terimakasihku, saat ini aku sedang berusaha membuat sebuah buku tentangnya. Aku ingin mereka juga terinspirasi sepertiku. Aku ingin kalian juga tahu apa yang sebenarnya terjadi di hidup Legawa. Aku ingin kalian juga menanamkan sifat Legawa di diri kalian.

 

The End

 

 

18.16

Jember, 17 Oktober 2023

Goresan dariku,untuk orang sehebat Legawa

-Alvina Octaviani-



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Drama Dayang Sumbi

Antologi Puisi : "Rest Area"

Rahasia sebuah Kata